JAKARTA, KEJARKABAR.COM – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memastikan bahwa registrasi kartu SIM dengan teknologi face recognition akan diterapkan secara bertahap dengan masa transisi selama satu tahun. Operator besar seperti Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata diminta bersiap karena kebijakan ini akan menjadi standar baru keamanan telekomunikasi di Indonesia.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menyebut bahwa tahap awal penerapan regulasi masih bersifat sukarela. Namun, setelah masa transisi, verifikasi wajah akan menjadi syarat wajib bagi pelanggan baru.
“Ada masa transisi kurang lebih satu tahun untuk semuanya mulai menjalankan registrasi kartu SIM pakai face recognition,” ujarnya.
Kebijakan untuk Tekan Penyalahgunaan Nomor
Verifikasi biometrik ini akan terhubung langsung dengan data kependudukan nasional. Komdigi menegaskan kebijakan tersebut dirancang untuk mengurangi penggunaan identitas palsu dan mencegah berbagai kejahatan digital seperti penipuan online, penyebaran hoaks, hingga penyalahgunaan nomor seluler.
Edwin memastikan prosesnya tidak akan menyulitkan masyarakat. “Aktivasi selama ini cukup pakai KK. Sekarang KK ditambah face recognition untuk proses KYC,” jelasnya.
Investasi Sistem dan Biaya Verifikasi
Operator seluler harus menyiapkan investasi tambahan untuk perangkat dan sistem biometrik, mulai dari software hingga perangkat kamera dan server. Selain itu, operator juga dikenakan biaya akses database Dukcapil sebesar Rp3.000 untuk setiap satu verifikasi wajah. Dengan sekitar satu juta pelanggan baru, biaya validasi bisa mencapai Rp3 miliar.
Teknologi biometrik ini sebenarnya sudah lama dibahas sebagai upgrade dari sistem registrasi sebelumnya yang banyak mengalami kebocoran serta penyalahgunaan data.
Lonjakan Aktivasi Nomor: Tantangan Implementasi
Data Komdigi menunjukkan bahwa Indonesia mencatat 500.000 hingga 1 juta aktivasi nomor baru setiap hari, atau setara 15–20 juta per bulan. Jika dihitung secara tahunan, jumlahnya bisa mencapai 180 hingga 240 juta aktivasi. Skala besar ini menunjukkan tantangan signifikan bagi operator dalam menyiapkan sistem yang stabil dan aman.
Edwin menekankan bahwa kerugian akibat nomor-nomor tidak jelas jauh lebih besar dibandingkan biaya implementasi sistem biometrik. Ia juga meminta operator meningkatkan perlindungan konsumen, termasuk menghadirkan sistem anti-scam guna mencegah penipuan daring.
Tantangan dan Masa Transisi
Meskipun kebijakan ini dinilai lebih komprehensif dari metode sebelumnya, pemerintah mengakui bahwa operator pernah mengalami hambatan teknis dan isu keamanan saat menerapkan sistem registrasi baru. Karena itu, Komdigi membuka periode konsultasi publik sebelum aturan diberlakukan penuh.
Selama masa transisi satu tahun, masyarakat dan operator diharapkan dapat menyesuaikan diri tanpa mengganggu layanan telekomunikasi yang berjalan. Setelah masa adaptasi selesai, registrasi kartu SIM pelanggan baru hanya dapat dilakukan melalui NIK dan verifikasi wajah.
Pemerintah berharap penerapan bertahap ini memastikan perpindahan yang mulus dari sistem konvensional ke teknologi biometrik yang lebih modern dan aman. Operator kini memiliki waktu cukup untuk membangun infrastruktur dan sistem pendukung sebelum aturan tersebut diberlakukan penuh.(*)





